Jumat, 08 November 2019

Pengangkatan Sultan Agung Menjadi Raja Mataram -

Pengangkatan  Sultan Agung Menjadi Raja Mataram-Rahasia di Balik Pengangkatan Sultan Agung menjadi raja-Apabila di analisis lebih mendalam dari sejarah pewarisan tahta Mataram, Sultan Agung sebenarnya bukanlah raja Mataram ke-3, melainkan yang ke-4. Kenapa begitu? Sebab, menurut sejarahnya, Panembahan Hanyakrawati telah berjanji untuk mewariskan tahtanya kepada putera dari istri pertama, yakni Raden Mas Martapura/Raden Mas Wuryah. Janji itu diucapkan sebelum dirinya di angkat menjadi raja untuk menggantikan ayahnya Panembahan Senopati di Mataram.
Rahasia di Balik Pengangkatan Sultan Agung menjadi raja Pengangkatan Sultan Agung Menjadi Raja Mataram -
Namun, mengapa justru Sultan Agung yang kemudian diangkat menjadi raja Mataram selanjutnya? Terkait hal ini, ada beberapa alasan mendasar mengapa Sultan Agung yang memegang kekuasaan Mataram dan bukan Raden Mas Martapura. Beberapa alasan itu akan dibahas dibawah ini;
  1. Janji untuk menjadikan Raden Mas Martapura dibuat sebelum Panembahan Hanyakrawati naik tahta menjadi raja kerajaan Mataram.
  2. Istri pertama Panembahan Hanyakrawati dinikahi sebelum Hanyakrawati naik tahta.
  3. Raden Mas Martapura belum lahir ketika Sultan Agung lahir. Itu artinya, ketika menjadi raja Mataram kedua, Panembahan Hanyakrawati telah memiliki putera Raden Mas jetmika/Sultan Agung. Raden Mas Martapura lahir saat Panembahan Hanyakrawati sudah berada di atas tahta Mataram, yang artinya putra yang lahir dari seorang raja akan menjadi putra mahkota (penganti tahta). Sedangkan Raden Mas Jetmika sudah lahir sebelum Panembahan Hanyakrawati menjadi raja, dengan demikian status Raden Mas Jetmika yaitu sebagai seorang pangeran saja. Dalam hal ini nampaknya Raden Mas Jetmika merebut tahta Martapura dan membuat dirinya berada di tahta Mataram. Selain itu latar belakang dinasti Mataram berasal dari petani, sehingga Raden Mas Jetmika merasa bahwa sebagai sesama anak raja memiliki hak yang sama akan tahta tersebut. Jadi status Raden Mas Martapura yang sebagai putera mahkota dapat bergeser ke Raden Mas Jetmika. Pada intinya Raden Jetmika memiliki peluang untuk menjadi raja Mataram dalam situasi pergantian tahta.
  4. Adanya ramalan Panembahan Bayat, penasihat spiritual keraton yang menyatakan bahwa Raden Mas Jetmika akan membawa kejayaan kerajaan Mataram dengan menguasai Pulau Jawa. Karena ramalan tersebut maka Panembahan Hanyakrawati mewasiatkan agar yang mengantikannya sebagai raja ketika meninggal adalah Raden Mas Jetmika/Sultan Agung.


Demikian alasan yang cukup logis terkait pengangkatan Sultan Agung. Namun meskipun alasan itu cukup logis di pihak istri pertamanya Panembahan Hanyakrawati, yaitu Ratu Tulung Ayu ,merasa keberatan atas hal itu. Sebab, Ratu Tulung Ayu merasa puteranya yang berhak atas tahta Mataram, bukan Sultan Agung. Dengan begitu secara otomatis Sultan Agung memperoleh penentang dari pihak Ponorogo, kediaman Raden Mas Martapura.

Untuk mengantisipasi terjadinya perang saudara nampaknya maka Sultan Agung memiliki solusi yang membuat kedua belah pihak menerima bahwa Sultan Agung berada di atas tahta Mataram. Salah satu solusinya yakni dengan mengangkat Raden Mas Martapura sebagai raja sementara, yang kemudian dilanjutkan dengan pengangkatan Sultan Agung. Solusi ini nampaknya berhasil, dan dengan begitu janji Panembahan Hanyakrawati dapat ditepati. Solusi tersebut membuat Mataram dipimpin oleh raja yang sesuai dengan ramalan Panembahan Bayat. Selain itu untuk lebih logisnya lagi, sebenarnya ada kemungkinan bahwa juga dalam wasiat yang berupa ramalan tersebut adalah merupakan rencana Sultan Agung yang memanfaatkan  Panembahan Bayat, yang sengaja memaklumkan bahwa kenaikan tahta tersebut, merupakan testamen politik peninggalan Panembahan Hanyakrawati, dengan mengungkapkan bahwa Sultan Agung akan membawa kejayaan kerajaan Mataram. Dalam pengangkatannya Sultan Agung menggunakan upacara tantangan, dalam pengangkatan oleh sesepuh Mataram, diumumkan bahwa siapa yang hendak menentang putusan tersebut, hendaklah maju sekarang juga, untuk menghadapi Sultan Agung. Setelah disampaikan hal itu tidak ada yang berani maju, dan pada akhirnya semua menyetujuinya. Dengan begitu pelantikan atau pengangkatan Sultan Agung telah sah.

Demikianlah ulasan tentang Pengangkatan Sultan Agung Menjadi Raja Mataram yang dapat sampaikan pada kesempatan ini, meskipun cukup mencurigakan dalam pengangkatan Sultan Agung dan perlu digali lagi. Namun disamping itu banyak sisi-sisi baik dari Sultan Agung yang patut di contoh, yaitu usaha-usaha Sultan Agung dalam mewujudkan kemaharajaan Islam di Pulau Jawa dengan tekat yang membara, dan memiliki jiwa kepimpinan serta melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang raja. Semoga bermanfaat ulasan tersebut, dan jadilah sejarawan yang kritis dalam menyikapi sejarah. Kurang lebihnya mohon maaf, sekian dan terimakasih telah menyempatkan membaca ulasan yang telah dipaparkan di atas.