Sabtu, 02 November 2019

Kandungan Surah Al-Mujadilah (58) Ayat 11


Asbabun nuzul ayat ini menurut para ahli tafsir adalah berkaitan dengan sikap melapangkan dalam bermajelis. Ibnu ‘Abbas memberi penjelasan tentang sebab turunnya ayat ini. Menurutnya, turunnya ayat ini bertepatan ketika Rasulullah saw. dan para sahabat sedang berada dalam majelis kemudian datang Sabit bin Qais. Oleh karena pendengaran Sabit sudah agak terganggu, ia memilih masuk dalam majelis dan mendekati Rasulullah saw. Di antara para sahabat ada yang secara sukarela memberikan kesempatan, tetapi ada juga yang menolak.

Berdasarkan keterangan para ahli di atas, seluruhnya menjelaskan tentang tata cara bermajelis, yaitu dengan memberikan tempat kepada orang lain. Akan tetapi, ayat ini secara luas juga mengandung pesan yang dapat dipetik tentang tata cara bekerja, sebagai sarana penting dalam menjalani hidup di dunia ini.

a. Dalam Bekerja Hendaknya Membuat Perencanaan Tertentu
Ketika Rasulullah sedang menyampaikan pesan-pesan hikmah di depan para sahabat tampak bahwa majelis tersebut sangat padat. Oleh karena itu, Rasulullah segera membenahi cara duduk para sahabat sehingga jika ada orang yang mau lewat atau ingin mendekati beliau karena kondisi-kondisi tertentu tidak kesulitan. Demikian juga dalam bekerja membuat perencanaan tertentu dengan matang untuk diterapkan, sangat penting. Dalam bekerja, khususnya jika dilakukan bersama orang lain, membutuhkan manajemen tertentu untuk mencapai target pekerjaan dengan sukses.

Oleh karena setiap pribadi memiliki karakter, keahlian, dan potensi diri yang berlainan, perlu dibuat aturan-aturan tertentu sehingga masing-masing dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Termasuk dalam perencanaan adalah melakukan antisipasi-antisipasi tertentu terhadap sesuatu atau kondisi yang tidak umum terjadi.

b. Memberikan Kesempatan kepada Orang Lain
Rasulullah menyuruh para sahabat yang telah lama duduk untuk bergantian berdiri dengan memberikan kesempatan kepada sahabat lain, yaitu Sabit bin Qais si ahli Badar. Kasus ini memberi pesan bahwa jika disuruh berdiri karena memang telah lama duduk, sebaiknya memberikan kesempatan kepada orang lain agar mereka juga dapat merasakan yang sama.

Jika dikaitkan tentang etos kerja, memberi contoh dalam upaya memberikan kesempatan kepada orang lain. Telah menjadi tabiat manusia, kita cenderung mengurusi dirinya sendiri dan bersikap masa bodoh kepada orang lain. Sebagai contoh dalam bidang pekerjaan kita cenderung menutup kesempatan orang lain untuk mendapatkan kedudukan dan kesempatan kerja seperti yang kita raih. Kita merasa khawatir jika memberikan kesempatan kepada mereka, rezeki kita menjadi berkurang. Padahal, Rasulullah memerintahkan untuk bersikap lapang dan bersedia membantu kepada sesama. Rasulullah saw. pernah bersabda, Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu masih bersedia menolong sesama muslim. (H.R. Abu - Da-ud dan Tirmiz.i-). Demikianlah janji Allah, jika kita bersedia menolong orang lain, berarti kita akan mendapat pertolongan dari Allah Swt. sehingga tidak perlu takut kalau rezekinya menjadi berkurang. Rezeki yang kita peroleh justru semakin barokah jika kita dapat membagikan kepada orang lain. Sebaliknya, betapa pun mendapatkan rezeki yang banyak, hati kita tetap merasa susah jika bersikap egois dengan mementingkan urusan dirinya sendiri.

Termasuk sikap memberikan kesempatan kepada orang lain adalah menyiapkan regenerasi secara baik. Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan yang baik adalah yang dapat melahirkan generasi yang berbakat. Generasi yang nantinya siap untuk meneruskan tampuk kepemimpinan.

c. Mematuhi Aturan yang Berlaku
Dalam Surah al-Muja - dilah [58] ayat 11 juga ditegaskan, Dan apabila dikatakan, Berdirilah kamu, maka berdirilah, . . . . Kita dilarang melanggar peraturan yang telah disepakati dengan alasan-alasan tertentu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ketika para sahabat diperintah untuk menghormati para ahli Badar karena derajat keistimewaan tertentu kepada mereka, para sahabat pun patuh pada peraturan tersebut.

Dalam menjalin hubungan kerja dengan orang lain hendaknya kita mematuhi aturan yang berlaku. Melanggar aturan yang telah disepakati bersama akan merugikan orang lain dan diri sendiri. Misalnya target kerja tidak tercapai, hubungan komunikasi kurang harmonis, dan terjadi perselisihan yang tidak diinginkan.

d. Bekerja dengan Berbekal Iman dan Ilmu
Pada penutup ayat dijelaskan, ”Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” Dari sini dapat dipahami bahwa seseorang yang memiliki iman dan ilmu akan diangkat beberapa derajat oleh Allah. Keimanan dan kepahaman merupakan modal utama untuk dapat meraih kesuksesan di dunia dan akhirat. Dalam dunia kerja misalnya, seseorang dituntut memiliki dedikasi, menguasai skill, dan profesional. Akan tetapi, itu semua masih belum sempurna tanpa dilengkapi dengan keimanan kepada Allah yang kukuh. Keimanan inilah yang akan melahirkan optimisme, kejujuran, kedisiplinan, loyalitas, dan sifat terpuji lainnya.

Oleh karena kita telah yakin bahwa Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu yang kita kerjakan, kita hendaknya bekerja dengan sungguh-sungguh. Motivasi dalam bekerja juga harus didasari untuk mencari rida dari Allah Swt. tidak sekadar mencari rezeki saja sehingga memiliki nilai ibadah.

Berikut ini beberapa hikmah pentingnya bekerja keras sebagai berikut.

  1. Menjaga kehormatan diri karena dengan bekerja keras berarti kita terlepas dari ketergantungan pada orang lain.
  2. Bekerja merupakan sarana utama untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga.
  3. Bekerja merupakan sarana ibadah yang bernilai pahala jika dilakukan dengan ikhlas sebagai pengabdian kepada Allah.
  4. Bekerja berarti akan menciptakan karakter pribadi yang tangguh dan sabar dalam setiap keadaan.