Jumat, 17 April 2020

Rumah Menteng

Tahun 60-an awal ada seseorang keluarga yang baru saja pindah dari Yogyakarta dan menempati rumah dinas di Menteng. Rumah itu dulu adalah rumah milik orang Belanda yang diusir sama pemerintah tahun 1950-an saat peristiwa repatriasi.

Rumah ini besar, luasnya sekitar 2000 meteran, di depan rumah itu ada pos jaga polisi. Keluar Sadio adalah orang yang menempati rumah itu, ia berdinas di satu Kementerian dan menjadi pejabat di Kementerian itu, keluarga Sadio punya dua anak kembar puteri dan satu anak lelaki. Anak lelakinya kuliah di Universitas Indonesia Fakultas Teknik, Bandung (Sekarang ITB).

Rumah itu besar, dengan jendela berteralis silang-silang warna putih. Lantainya marmer coklat tapi sudah kusam, menurut penjaga rumah itu, rumah itu berdiri dari tahun 1800-an bahkan sebelum wilayah Menteng berdiri, ini adalah rumah Tuan Tanah di Jatinegara. Setelah Menteng dibangun pada awal abad 20 rumah itu direnovasi menurut penjaganya tahun renovasi ditulis di angka depan rumah 1920, "Bapak jangan lihat angka itu dan jangan menurunkan lukisan yang di ruang tamu ini perintah dari kantor, Pak....katanya untuk menjaga kelestarian seni". Sadio tau, itu alasan dari tukang jaga rumah itu saja, ia paham rumah ini berhantu, soalnya ia mendapat cerita dari rekan kantornya agar ia lebih baik memilih rumah kecil saja di Kebayoran daripada menempati rumah besar yang dijatah untuknya di Menteng.

"Itu rumah hantu" kata rekan Sadio.

Lukisan itu adalah lukisan seorang nyai, berwajah Jawa dengan mata yang amat seram, mata itu tajam. Mata kesedihan sekaligus mata balas dendam. Beberapa bulan keluarga Pak Sadio menempati rumah itu tidak ada kejadian apa-apa. Hingga suatu malam Pak Sadio kegerahan ia tidak bisa tidur. Lalu Pak Sadio duduk di beranda rumahnya. Lalu ada tukang sate pikul, Pak Sadio memanggil. "Sate sepuluh ya..." Tukang sate mengangguk lalu dia bertanya pada Pak Sadio "Tumben Pak, bapak sendiri yang beli biasanya ibu?"

Pak Sadio heran, "Isteri saya?" Pak Sadio tau isterinya tidak mungkin beli sate malam-malam kerna isterinya nggak doyan daging, isterinya itu vegetarian. "Bukan isteri bapak tapi mungkin ibu bapak karena sudah tua, sudah 70-an tahun" Pak Sadio tersenyum dan dalam hati dia berkata 'oh rupanya hantu itu ibu-ibu sepuh' Lalu Pak Sadio berkata "Oh, itu kakak saya"

"Iya, Pak saya heran ia hanya minta daging mentah tidak dibakar dulu, katanya ia akan bakar sendiri. Kalau beli juga banyak pak, bisa 100 tusuk"

Pak Sadio hanya tersenyum. Lalu ia duduk di depan beranda menunggu satenya dibakar. Pak Sadio tiba-tiba melihat sekelabat bayangan putih di dekat pohon mangga, lalu Pak Sadio berkata kepada tukang sate "Mas, itu ibu yang suka daging mentah minta disediakan, biar saya saja yang bayar".

Tukang sate menurut saja dan tiba-tiba ada ibu tua dengan kebaya putih berbau bunga melati meminta seratus tusuk daging putih.

Anak pak sadio kembar, umurnya sekitar 10 tahun. Suatu saat pembantu pak sadio melihat anak itu bermain-main dengan wanita tua di dekat pohon mangga. Pembantu mengira anak itu akan diculik karena wanita tua itu misterius. Pembantu itu membentak wanita tua di bawah pohon mangga, wanita tua itu menangis lalu tiba-tiba menghilang. Pembantu Pak Sadio tidak memperhatikan.
Malam jam 2, pembantu Pak Sadio yang bernama Mak Inah, mendengar suara orang menyapu dibawah pohon mangga.
Ia heran ada nenek-nenek menyapu, ia kira nenek itu akan maling, dengan melempar batu, pembantu itu meneriaki "Maling!". Pak Sadio terbangun lalu berlari keluar "Mak Inah, itu nenek mau bersih-bersih jangan diganggu".
Anak Pak Sadio yang kembar punya penyakit tumor otak, Pak Sadio tau anak itu nggak lama akan meninggal. Waktu anak itu dirawat di RS CBZ (sekarang namanya RSCM). Pak Sadio didatangi nenek itu. "Biar nanti kalau sudah kejadian aku yang merawat anakmu".

Malamnya Pak Sadio bermimpi nenek itu menggendong anaknya, Pak Sadio paham anaknya sudah meninggal, jam 6 pagi ia ke rumah sakit dan anak itu rupanya menunggu bapaknya lalu anak itu berkata saat Pak Sadio masuk dan menemuinya "Bapak aku akan tinggal sama nenek" Pak Sadio tersenyum dan ia tahu apa maksud anak itu. Beberapa menit kemudian anak itu meninggal.

Beberapa tahun setelah kejadian meninggal anaknya, Pak Sadio ditangkap tentara karena tuduhan terlibat kudeta. Kabarnya Pak Sadio dihilangkan nyawanya. Isterinya sendiri kemudian kembali ke Yogyakarta. Sepeninggal Pak Sadio rumah itu menjadi amat angkernya, awalnya keluarga perwira tentara yang nempatin lalu mereka nggak kuat, salah seorang anggota keluarganya meninggal, lalu bule yang bekerja di perusahaan minyak, isteri bule itu meninggal katanya sebelum meninggal ia teriak-teriak lihat hantu.

Di sekitar rumah itu juga sering terlihat nenek-nenek berkebaya putih dengan anak kecil umuran 10 tahun berdiri dipinggir jalan. Kisah ini menjadi terkenal di tahun 1970-an, nenek dan anaknya itu sering terlihat di bunderan Pak Tani,. Konon hantu itu mencari Pak Sadio yang nyawanya hilang.

Uniknya di tahun 1975 anak perempuan satu-satunya Pak Sadio yang masih hidup akan menikah, lalu sebelum menikah kemudian dirias oleh perias yang didatangkan dari Solo. Perias itu kemudian merias anak Pak Sadio, perias itu heran ia tidak pernah bias mengubah wajah pengantin terlalu drastis, sedrastis saat ia merias wanita itu, setelah dirias wanita itu amat cantik bahkan ada semacam getar misteri. Nggak lama anak Pak Sadio minta ijin masuk kamar. Perias itu bersiap untuk pulang karena pekerjaannya selesai, saat mau pulang isteri Pak Sadio membawa anaknya yang mau jadi pengantin “Ini lho bu yang mau dirias” Perias tadi langsung panik lalu bertanya “Lho, barusan saya merias siapa?”

Bu Sadio langsung bergumam pelan “ itu anak perempuanku yang sudah meninggal”…………


Sumber